Mahbub Fauzie
Tokoh Masyarakat Jagong
Musibah hidrometeorologi melanda Aceh Tengah meninggalkan dampak luas dan berlapis. Jalan terputus, jembatan rusak, rumah warga terdampak, lahan pertanian terganggu, dan aktivitas sosial-ekonomi masyarakat tersendat. Dalam situasi seperti ini, kehadiran negara melalui pemerintah daerah menjadi tumpuan harapan masyarakat.
Patut diapresiasi langkah cepat Bupati Bupati Haili Yoga yang turun langsung ke wilayah terdampak. Kehadiran pimpinan daerah di lapangan bukan sekadar simbol, melainkan pesan moral bahwa pemerintah hadir bersama rakyat. Dinas Pekerjaan Umum juga sudah mulai bergerak memperbaiki jalan dan akses vital. Infrastruktur memang kebutuhan mendesak, karena tanpa akses yang pulih, distribusi bantuan dan mobilitas warga akan lumpuh.
Namun, bencana tidak hanya merusak jalan dan bangunan. Ia juga mengguncang sendi-sendi kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Karena itu, penanganan pascabencana semestinya dilakukan secara lintas sektor, dengan keterlibatan aktif seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), bukan hanya yang bersentuhan dengan fisik semata.
Dari sisi kesehatan, pascabencana selalu membawa risiko lanjutan. Banjir dan longsor sering diikuti ancaman penyakit, keterbatasan layanan, serta meningkatnya kerentanan kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan ibu hamil. Dinas Kesehatan tidak cukup menunggu pasien datang ke fasilitas layanan. Yang dibutuhkan adalah gerakan layanan kesehatan aktif ke daerah-daerah terpencil dan terdampak, melalui puskesmas keliling, layanan kesehatan darurat, dan edukasi pencegahan penyakit.
Sektor pendidikan juga memerlukan perhatian serius. Sekolah-sekolah terdampak tidak hanya menghadapi kerusakan fisik, tetapi juga gangguan proses belajar-mengajar dan trauma psikologis siswa. Anak-anak korban bencana berisiko kehilangan semangat belajar. Di sinilah Dinas Pendidikan diharapkan hadir dengan kebijakan belajar darurat, pendataan sekolah terdampak, relokasi sementara jika diperlukan, serta dukungan psikososial bagi siswa dan guru. Pendidikan tidak boleh menjadi korban lanjutan dari bencana.
Aceh sebagai daerah dengan kekhususan juga memiliki modal besar pada aspek keagamaan. Peran Dinas Syariat Islam pascabencana semestinya lebih terasa dalam bentuk penguatan spiritual, trauma healing berbasis keagamaan, serta penggerakan dai dan penyuluh agama ke wilayah terdampak. Narasi keagamaan yang menenangkan, empatik, dan mencerahkan sangat dibutuhkan agar masyarakat tidak terjebak pada keputusasaan atau saling menyalahkan.
Namun, satu persoalan krusial yang sangat dirasakan masyarakat pascabencana adalah harga kebutuhan pokok yang tidak menentu, termasuk sembako dan BBM. Gangguan distribusi, akses jalan yang rusak, dan kepanikan pasar sering kali berujung pada lonjakan harga. Bagi masyarakat kecil, kondisi ini menjadi beban berlapis: baru saja terdampak bencana, tetapi harus menghadapi harga kebutuhan hidup yang semakin mahal.
Di sinilah Dinas Perdagangan memegang peran strategis. Pemantauan harga, pengawasan distribusi, pencegahan penimbunan, serta koordinasi dengan distributor dan instansi terkait menjadi sangat penting. Pascabencana, pasar tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri tanpa kendali. Negara harus hadir memastikan ketersediaan barang, stabilitas harga, dan keterjangkauan daya beli masyarakat. Tanpa intervensi yang jelas, bencana alam bisa berubah menjadi bencana ekonomi bagi rakyat kecil.
Selain itu, pelaku UMKM, pedagang kecil, dan petani juga membutuhkan perhatian khusus. Modal usaha yang hilang, pasar yang sepi, serta biaya distribusi yang meningkat berpotensi mematikan usaha rakyat. Pemulihan ekonomi lokal harus menjadi bagian dari agenda utama pascabencana, bukan sekadar wacana.
Catatan ini bukanlah bentuk menyalahkan, apalagi menafikan kerja yang sudah dilakukan. Ini adalah ajakan reflektif dan korektif agar penanganan pascabencana dilakukan secara utuh dan manusiawi. Infrastruktur penting, tetapi kehidupan rakyat jauh lebih penting. Jalan perlu diperbaiki, tetapi harga kebutuhan pokok juga harus dijaga. Bangunan bisa dibangun ulang, tetapi kepercayaan dan daya hidup masyarakat harus dipulihkan bersama.
Bencana selalu menjadi cermin. Ia menguji kesiapan alam, ketangguhan masyarakat, dan kesigapan birokrasi. Saat pimpinan daerah telah menunjukkan kehadiran dan sebagian OPD mulai bergerak, kini saatnya seluruh OPD hadir secara proporsional sesuai tupoksinya. Dengan kerja kolektif, transparan, dan berpihak pada rakyat, penanganan pascabencana Aceh Tengah dapat menjadi lebih adil, tangguh, dan bermartabat.*