TAKENGON, KABARGAYO | Kisah lain di Desa Mendale setelah pagi mencekam dan rintihan masyarakat yang harus meninggalkan rumah akibat longsor tiga Gunung yang memuntahkan tanah hingga 900 jiwa mengungsi.
Desa Mendale banyak cerita yang belum terkupas dari alam yang marah. Cerita kesetiaan dan jiwa kemanusian muncul saat kegetiran sahabat yang memerlukan pertolongan.
Aiptu Mugianto harus merelakan satu unit mobil miliknya Exstrada Triton tahun 2012 yang telah di modifikasi menjadi Off Road.
Hari itu 26 November 2025, Mugie begitu panggilan nama kecilnya oleh kawan-kawan sejawatnya. Siang itu pukul 12.20 Wib hujan masih terus menguyur Kota Takengon.
Mugie bersama Aiptu Kurniadi dari Kota Takengon menuju kawasan Bebuli untuk mengevakuasi saudara-saudara yang berada di beberapa kawasan itu.

Jalan yang mulai berair dan lumpur terpaksa dilalui untuk ratusan nyawa manusia. Dengan mobil berwarna merah, Exstrada Triton mobil kesayanganya melaju dengan kecepatan terukur.
Depan Cafe Horas suasan lapangan mulai ada jatuhan longsor tanah yang menghambat perjalanan. Mugie berusaha memasang tali wing yang biasa digunakan Off Reader di medan-medan lumpur.
Ternyata upaya tadi gagal. Hingga bantuan datang dari Bung Aspala warga yang tinggal dipinggiran Danau Lut Tawar.
Aspala yang memiliki mobil Hartop juga berusaha membantu menarik mobil Mugianto yang tersangkut lumpur.
Mugianto yang memiliki filing akan terjadi sesuatu. Awalnya mendengar gemuruh dari perut bumi Gunung Bebuli. Gemuruh pertama air mengalir deras dari atas.

Dan terus dengan gemuruh selanjutnya hingga tanah bebatuan, air dan bongkahan kayu menyapu dua unit mobil. Satu Exstrada Triton dan Hartop.
Seketika dua mobil tadi lenyap diantara hempasan lumpur Gunung dan senyap seketika.
Mugianto dan Kurniawan terus berusaha menyelamatkan diri ke arah Timur Danau. Sambil berteriak, “Selamatkan diri, selamatkan dari,” pekik Mugianto sambil mengajak warga lain menuju titik aman.
Setelah berhasil selamat dari ancaman maut muntahan gunung Bebuli. Aiptu Mugianto mencari jalan dengan menyewa perahu Danau untuk mencapai pinggiran Danau.
“Kami mengunakan perahu nelayan untuk mencapai pinggiran Danau. Dan mengevakuasi warga lain yang tinggal diseputatan Bebuli untuk menuju Kota. Karena situasi saat itu mencekam karena beberapa Homsety juga terhempas kedalam Danau akibat lumpur,” kata Mugianto mengenang.
Alhamdulillah semua masih bisa selamat dari alam yang marah. “Alhamdulillah masih selamat dan merelakan si Merah yang berjasa selama ini. Allah masih sayang kita semua,” ungkap Mugie sambil mengusap wajah.
Sepenggal kisah dari alam yang marah. Dan masih banyak kisah kisah heroik lainya yang belum terungkap. Kita harus sadar bahwa bumi belumlah tua. Tapi kesombongan kita membuat alam marah.
Penulis, JURNALISA